Malam masih menyuguhkan udaranya yang dingin, bintang dan bulan pun masih bermain dengan cahayanya yang gemerlapan. Di sebuah cafe di pinggir jalan yang dekat dengan Mall Cipulir, duduk sepasang anak muda yang sedang membicarakan sesuatu yang serius.
“Terimakasih atas semuanya” Ucap Rafi tegas ingin mengakhiri semuanya.
“Tunggu, kenapa kamu tiba-tiba memutuskan hubungan ini secara sepihak? Kenapa?” Shila tidak terima dengan apa yang diinginkan Rafi untuk memutuskan hubungan mereka.
“Shil… dengan semua yang selama ini terjadi, dengan semua yang kamu lakukan terhadapku, kamu tidak seharusnya bertanya kenapa” Tegas Rafi.
“Maksudmu?” Shila tidak mengerti apa maksud perkataan Rafi.
“Dengan semua yang kamu lakukan dibelakangku selama ini, kamu masih bertanya kenapa? Memangnya aku bodoh Shil? Aku tahu semuanya” Rafi mencoba menjelaskan.
Shila terdiam sesaat, apa yang dilakukannya selama ini? Apa yang membuat Rafi berkata seperti itu kepadanya?
“Apa yang aku lakukan Raf..? Apa?” Shila ingin tahu apa yang sebenarnya membuat Rafi menginginkan perpisahan mereka.
“Ini apa?” Rafi menunjukan sebuah foto. Shila pun mengambilnya kemudian memperhatikan foto itu dengan seksama. Shila terdiam, Shila pikir Rafi tidak tahu masalah itu, Shila selingkuh, Shila tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya menunduk dan tak berani menatap Rafi.
Kejadian itu terjadi sekitar 2 bulan yang lalu. Ketika itu Papanya Rafi yang sedang berobat ke Singapore, tiba-tiba sekarat dan mengalami keadaan yang sangat kritis. Papanya meminta Rafi untuk datang ke Singapore bersama Mamanya, akhirnya mereka berdua menyusul Papanya ke Singapore. Dengan kedatangan mereka, alhamdulillah Papanya berangsur-angsur sembuh dan terlihat sudah bisa tertawa. Namun keadaan itu hanya berlangsung 1 bulan, setelah itu Papanya Rafi mengalami koma. Karena itulah, Rafi sama sekali tidak sempat menghubungi Shila. Namun sayang, disaat itu pula Shila sedang butuh Rafi untuk menyelesaikan masalahnya, walau hanya sekedar berkonsultasi lewat telpon. Akhirnya karena Rafi sulit sekali dihubungi, Shila bercerita dengan teman laki-lakinya, namun dari hasil pertemuan dan pembicaraan mereka yang terlalu sering, Shila jatuh hati kepada temannya itu. Dan ternyata, teman laki-lakinya itupun suka dengan Shila. Tapi hubungan mereka hanya berlangsung 2 minggu, karena Shila sadar kalau perbuatannya sudah mengkhianati cinta Rafi. Dan sayang sekali karena Rafi mengetahui perselingkuhan itu. Dan bagi Rafi, tidak ada negoisasi dalam masalah perselingkuhan. Selingkuh tetap selingkuh, apapun alasannya.
“Makasih ya Shil… kamu telah membuat kenang-kenangan dihatiku yang tak mungkin aku lupakan, ya kamu telah meninggalkan segores luka yang begitu dalam di hatiku, perih Shil… Sakit…” Rafi terdiam sejenak.
“Tapi sudahlah, sudah percuma semuanya, aku memakimu dengan kata-kata kasarpun sudah percuma, aku memarahimu pun percuma, semua sudah terjadi” Rafi mencoba menahan amarahnya.
“Oh iya… ini Shil… boneka tweety dari kamu” Rafi mengeluarkan sebuah boneka mungil berbentuk burung kecil berwarna kuning, yang sering dikenal dengan sebutan tweety. Shila masih terdiam, ia hanya berani memandang boneka yang ada ditangan Rafi. Di Boneka itu ada inisial masing-masing nama mereka, R & S.
Kemudian Rafi mengeluarkan sebuah pemacik api dari kantong celananya dan menyalakannya, lalu Rafi mendekatkan boneka mungil itu ke api tersebut, Rafi membakar boneka itu. Shila tercengang, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya memandangi boneka itu terlahap oleh api.
“Maaf Shil… tapi untuk apa jika aku harus terus menyimpannya, hanya membuat aku semakin membencimu ketika aku melihatnya” Jelas Rafi kecewa sekali. Sementara api terus melahap si tweety, Rafi melangkah pergi meninggalkan Shila. Rafi membiarkan Shila terdiam tanpa memberikan waktu untuk Shila menjelaskan semuanya, karena bagi Rafi semua sudah jelas, foto itulah yang telah menjelaskan semuanya.
#####
Udara pagi masih memperlihatkan embun-embun bening di rumput-rumput kecil yang lembut nan hijau, matahari pagipun masih mengintip malu dari kejauhan, hanya cahayanya yang berani masuk menerobos sela-sela kecil di kamar mungil tempat Rafi tinggal. Di sebuah desa kecil di pinggir kota di daerah Petukangan Utara, Jakarta Selatan, disitulah rumah sederhana Rafi yang ikut menyesakan pemukiman penduduk di daerah itu.
“Rafi.. Sarapan dulu..” Saran Mama Rafi menyuruhnya sarapan pagi sebelum ia berangkat kuliah.
“Iya Ma.. nanti aja di kampus, Rafi takut kena macet, Mama tau sendiri kan, jalan-jalan di Jakarta sering macet” Ucap Rafi menolak tawaran Mamanya untuk sarapan pagi.
“Iya Mama tau, tapi dicicipi dulu dong nasi goreng buatan Mama, sedikit saja ya sayang” Mamanya masih membujuknya untuk sarapan.
Rafi terdiam sejenak.
“Ok deh Ma” Rafi mengalah, ia tak tega jika Mamanya harus kecewa karenanya.
“Oh iya Raf.. kemarin ada yang kemari, dia titip ini ke kamu” Tukas Mama Rafi disela-sela sarapan pagi mereka sambil memberikan sebuah surat mini kepadanya.
“Dari siapa Ma” Tanya Rafi sambil menikmati sarapannya.
“Mama juga kurang tau, kemarin mbo yang nerima” Jelas Mama Rafi.
“Uhm.. dari siapa ya, ah udahlah, nanti aja baru dibaca, Ma.. Rafi berangkat dulu ya” Pamit Rafi.
“Ya berangkat sih berangkat, itu susunya di habiskan dulu” Cegah Mama Rafi.
“Oh iya, maaf Ma lupa.. he..” Ucap Rafi sambil nyegir.
#####
‘Dari siapa ya kira-kira, uhm… aku buka sekarang aja deh’ Batin Rafi penasaran, akhirnya ia membuka surat itu, ada kertas kecil didalamnya.
Raf… Aku memang salah sudah menyakiti hatimu
Tapi.. bisakah kita memperbaiki semua ini dari awal? Aku berjanji tidak akan mengecewakan kamu lagi… karena… aku tidak bisa kehilangan kamu…
Bisakah kamu mencintaiku lagi?
Selamanya aku akan selalu mencintaimu…
Shila
“Bullshit..!!!” Rafi sudah sangat membencinya, Ia meremas surat itu, lalu ia membuka kaca jendela mobilnya, bermaksud membuang surat itu, namun… ia urungkan.
“Shit..” Rafi mencela dirinya sendiri, Rafi tidak tega membuangnya, akhirnya surat itu di selipkan di bukunya, namun ia memang takan membukanya lagi, apalagi membalas surat itu. Ia hanya menghargai cintanya Shila, namun ia tidak bisa jika harus mencintainya lagi.
#####
2 Tahun kemudian…
“Eh.. ada bunga liar.. lagi apa nona? Chating sama siapa sekarang” Sinta tiba-tiba mencela Shila yang dari tadi duduk sambil chat di ruang tengah kostan mereka, Sinta baru pulang dari kuliahnya.
“Heh.. loe ga bisa jaga mulut ya? Siapa yang loe panggil bunga liar? Baru datang udah ngajak berantem” Shila marah sekali, siapa yang akan tenang hatinya jika di sebut dengan panggilan seperti itu.
“Oh.. Ada yang ga suka ya namanya di ganti-ganti, tapi kalau memang kenyataan, seharusnya kan ga mesti marah, bener ga?” Sepertinya Sinta ingin mencari gara-gara dengan Shila.
“Apa loe bilang? Kenyataan? Nilai Tata Krama loe berapa sih? Jangan-jangan D terus ya? Pantes..” Balas Shila.
“Eh shil… gue bilangin ke loe ya, kenapa gue bilang loe bunga liar? Loe mau tahu..?” Shila masih diam, ia ingin tahu apa yang akan dikatakan oleh Sinta.
“Loe emang cantik, body loe oke, tapi.. cinta loe tuh yang ga ada harganya sama sekali”
“Sialan loe” Shila berdiri, sepertinya Shila ingin sekali menempeleng sosok wanita yang berada dihadapannya, yang bagi Shila sekarang seperti nenek lampir yang bawel.
“Kenapa? Loe mau tampar gue..? Tampar aja.. nih.. yang bagian mana? Kanan atau kiri?” Tantang Sinta.
“Grhrrghhghh…” Shila masih menahan amarahnya.
“Pengecut.. kenapa masih ga mau ngakuin sih, tahun ini aja loe dah gonta-ganti pacar sebanyak 4 kali, apa ngga seperti bunga liar yang bisa dipetik oleh siapapun karena tidak ada yang menjaga dan tidak dijaga? Siapapun bisa memetiknya kapanpun mereka mau?” Sinta masih dengan kata-kata beracunnya.
“Kenapa emang? Loe iri ma gue? Karena loe ga punya pacar? Iya?!!” Akhirnya Sinta membela diri.
“Iri..?!? Ngapain gue iri sama loe.. Iri sama yang harga cintanya NOL!! Kiamat kali” Ucap Sinta sambil membentuk jari-jari ditangan kanannya berbentuk angka kosong.
“Loe emang harus diberi pelajaran” Shila melayangkan tangan kanannya.
Plak..!!!
Shila akhirnya tidak bisa lagi menahan amarahnya, Ia menampar pipi kiri Sinta dengan tangan kananya.
“Puas nona?” Sinta tidak membalasnya.
“Gue kasih tau ya sama loe, loe pikir sendiri, loe gampang banget jatuh cinta, gonta-ganti pacar kaya gonta-ganti farfum, 3 bulan sekali, kok loe bisa kaya gitu? Kenapa ngga loe hargai cinta yang seharusnya mahal banget” Shila masih diam.
“Cinta yang seharusnya di tukar dengan seisi bumi dan langit ini ga bisa, tapi bagi loe, dengan mudahnya loe menggadaikan cinta loe” Shila masih saja diam.
“Bahkan sudah banyak yang mencicipi cinta loe.. ga cuma seorang… tapi.. puluhan orang… memang.. loe ga menggadaikan tubuh loe.. tapi bagi gue, lebih berharga rasa cinta itu sendiri di banding dengan menikmati perantara cinta tersebut, itu yang gue maksud klo loe tuh murahan” Tegas Sinta, sementara Shila masih terdiam, sepertinya ia mulai mengerti omongan Sinta.
“Dan satu lagi… cowo loe yang dulu bernama Rafi, dia sahabat gue, setelah dia putusan sama loe, yang gue tahu, sama sekali dia ga nyari pasangan sampai sekarang” Sinta berhenti sejenak sementara Shila terlihat terkejut mendengarnya.
“Tau kenapa? Bukan karena dia masih mengharapkan loe, bukan.. tapi… karena dia menghargai cinta loe… Dari sini gue baru tahu, ternyata laki-laki bisa lebih menghargai hakikat sebuah perasaan dibanding perempuan yang katanya mempunyai perasaan yang lebih lembut di banding laki-laki” Lanjut Sinta.
“Ah Rafi… Malang sekali nasibmu sobat, kamu menghargai cinta orang yang orang itu sendiri tidak menghargai cintanya” Ucap Sinta sambil berlalu ingin memasuki kamarnya dan meninggalkan Shila.
“Tunggu Ta…” Cegah Shila.
“Ada apa? Masih belum puas nampar pipi gue?” Sinta masih saja menantangnya.
“Bukan Ta.. apa benar Rafi seperti itu?” Shila bertanya dengan hati-hati.
“Ya.. Gue kenal baik dengan dia, dia temen gue dari kecil dan gue satu daerah sama dia, jadi gue bisa tahu” Jawab Sinta.
Langsung saja Shila bergegas mengambil handphonenya yang dari tadi ia letakan diatas bangku tempat tadi ia duduk.
Shila mematikan aplikasi untuk chat yang dari tadi masih terbuka, ia tidak memperdulikan lagi siapa saja yang dari tadi menyapanya.
“Hei.. mau kemana?” Tanya Sinta karena terlihat kalau Shila ingin pergi keluar.
“Ta.. Maafin gue ya.. loe emang sahabat gue, loe betul-betul sahabat gue, yang lain cuma berani ngomongin gue dari belakang, sedangkan loe… loe kaya cermin, berani ngomong yang sejujurnya di depan gue.. thanks ya Ta…” Shila tidak menjawab pertanyaan Sinta, Shila malu kalau Sinta tahu Ia akan kemana, dan Shila sadar bahwa Sintalah teman sejatinya selama ini, karena Sinta sudah berbicara apa adanya didepannya. Sementara Sinta malah terdiam, matanya mengembang, sepertinya Sinta ingin sekali menangis.
“Shil..” Panggil Sinta tepat sebelum Shila melangkah keluar.
“Iya Ta..” Jawab Shila.
“Hati-hati ya..” Ucap Sinta. Shila hanya tersenyum mendengarnya.
#####
“Raf..” Panggil Shila lembut sekali ketika ia berhasil menemuinya di sebuah taman tempat Rafi biasa menghabiskan waktu sorenya, Shila tahu kalu Rafi pasti ada di situ, karena setidaknya, Shila pernah mengenal Rafi dengan baik.
“Eh.. Kamu Shil..?! Kok bisa ada disini?” Rafi terkejut dengan kedatangan Shila, namun terlihat kalau Rafi sama sekali sudah tidak dendam dengan Shila, ia sudah melupakan semuanya.
“Oh.. ini.. Aku kangen sama tempat ini, indah ya..” Jawab Shila sekenanya.
“Hmm, ngomong-ngomong udah lama ya kita ga ketemu, dari kapan ya..?” Rafi coba berpikir.
“Dua tahun Raf..” Jawab Shila sambil tersenyum.
“Ya.. dua tahun.. gimana kabar kamu sekarang?” Tanya Rafi basa-basi.
“Baik.. Kamu sendiri gimana?” Tanya Shila pun basa-basi.
“Alhamdulillah baik, gimana kuliahmu?”
“Ya seperti biasa, biasa-biasa saja” Jawab Shila sekenanya.
“Oh iya, silahkan duduk Shil” Rafi mempersilahkan Shila duduk disampingnya di tempat duduk yang memang disediakan untuk para pengunjung di taman itu.
“Raf..” Panggil Shila dengan lembut.
“Ya..” Jawab Rafi sambil memandangi pemandangan di depannya.
“Maafin aku ya?” Tiba-tiba Shila meminta maaf.
“Maaf? Maaf atas apa?” Rafi menoleh sesaat tapi langsung kembali menikmati pemandangan yang berada di depannya sambil mendegupkan kedua telapak tangannya didepan antara bibir dan dagunya dengan menopang tangan dengan kedua sikunya diatas pahanya.
Shila terdiam… Cukup lama Shila terdiam, Rafi jadi heran, akhirnya ia menoleh ke arah Shila.
“Shil.. Kamu nangis..?” Rafi heran karena melihat Shila yang ternyata sedang mengeluarkan air mata.
“Kenapa? Aku punya salah?” Rafi masih heran, Ia bingung apa yang membuat Shila menangis.
“Sampai kapan kamu mau begini Raf?” Tanya Shila dalam isak tangisnya.
“Maksudmu?” Rafi malah balik bertanya.
“Kenapa kamu masih belum punya pasangan?” Tanya Shila tanpa basa-basi lagi.
“Hah.. pasangan? Kata siapa aku belum punya pasangan?” Rafi malah heran dengan pertanyaan Shila.
“Sudahlah Raf, aku tahu kok” Shila menyuruh Rafi agar serius.
Sedangkan Rafi malah tersenyum, tatapannya kembali lurus kedepan.
“Shil… Aku ga mau menyakiti kamu” Rafi mulai serius. Shila malah heran mendengarnya.
“Menyakiti aku? Kenapa? Kenapa kamu malah tidak mau menyakitiku? Padahal aku sudah sangat menyakitimu?” Tanya Shila heran namun masih tetap menangis.
“Aku.. menghargai cinta kamu, kamu tulis disurat itu kalau kamu akan selalu mencintaiku, dari situ aku ga ingin menyakitimu, karena aku tahu, cinta itu pasti berharga banget buat kamu, dan aku ga mau kamu kecewa karena aku menginjak-injak rasa cintamu.. walau aku ga bisa lagi mencintaimu, paling tidak, aku ga mau menyakiti kamu..” Jelas Rafi.
“Tapi Raf… sampai kapan kamu terus begini..? Kamu mau bujang selamanya..?” Tanya Shila karena Rafi terlihat bodoh sekali. Sementara Rafi terlihat tersenyum.
“Ya.. sampai… kalau sudah saatnya aku harus menjalin sebuah keluarga, aku pasti akan mencari pendampingku, atau.. sampai aku tahu kalau kamu juga sudah tak menghargai cintamu sendiri” Rafi menjelaskan.
“Maksudmu?” Shila tak mengerti.
“Sampai aku tahu kalau ternyata cintamu itu hanya goresan tinta di atas kertas, bukan sebuah ukiran yang indah di batu intan hati kamu, atau kalau kamu juga sudah punya pasangan, walau pasangan yang hanya sekedar untuk bersenang-senang saja” Jelas Rafi lagi. Shila terdiam, ia menunduk, ia malah semakin menangis. Ternyata Rafi tidak tahu kalau Shila sudah berganti pasangan beberapa kali setelah ia berpisah dengannya.
“Raf… apa sekarang sudah waktunya kamu mencari pasanganmu?” Shila menanyakan hal yang aneh.
“Hmm.. ya.. karena sebentar lagi aku akan lulus dari kuliahku, tinggal menunggu beberapa bulan lagi” Jawab Rafi.
“Dan.. apakah sudah ada calonnya?” Tanya Shila.
“Hmm.. sepertinya sudah” Rafi menjawab seperti itu karena tidak mau kalau Shila tiba-tiba menawarkan diri. Shila terdiam.
“Okelah Raf, jaga diri baik-baik ya, semoga kamu bahagia dengannya” Shila undur diri dari Rafi, ia tidak mau lagi menyakiti hati Rafi. Shila tahu diri, bahwa ia tidak pantas untuk mendampingi Rafi. Namun didalam hatinya, Shila telah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa saat ini hingga nanti, ia akan menghargai cintanya untuk pendampingnya nanti. Dan dia akan menjaga cinta itu agar bisa abadi.
Rafi hanya tersenyum kecil menjawab ucapan Shila.
Shila melangkah menjauhi Rafi, sementara Rafi masih terus memandangi pemandangan didepannya. Dan tanpa Shila sadari, ternyata Rafi sedang meneteskan air mata ketika Shila pun masih meneteskan air mata.
‘Maafkan aku Raf’
‘Maafkan aku Shil’
Bathin mereka berkata secara bersamaan.
Tafahna, 20 Januari 2009
Pukul 13:43
Al-Faqir ila Rahmati Rabbihi
Mudhafi al-‘Abqary